Cerita
ini terjadi beberapa hari lalu. Kurang ingat, mungkin satu bulan lalu. Desember
bulannya, tanggalnya tepat tanggal tua. Namun, tanggal tua bukan berarti
kehabisan kekayaan bulanan karena anak ini beda. Beda, dia selalu memiliki
pemasukan yang sedikit demi sedikit malah cukup. Banyak dengan cukup itu
berbeda ya. Anak ini namanya Sika, dia punya pasangan monyet namanya Raga.
Pasangan monyet maksudnya hasil cinta monyet.
Sika
berencana memberikan kejutan pada Raga karena saat itu hari ulang tahunnya sekaligus
untuk merayakan menjelang tahun baru. Namun, Sika takut kalau Raga tidak
memberikan reaksi apa-apa karena Raga itu anaknya cueknya sampai menembus
langit. Bila dapat dikata, kalau belu ada truk tanki tabrakan dengan pesawat,
dia tidak akan peduli dengan apapun.
Sika
menghubungi Raga mendadak di malam hari karena sebenarnya mereka juga tidak
kontak setiap detik seperti monyet-monyet dulu karena kesibukan masing-masing.
Raga menjawab dengan keraguan, dia tidak tahu apa besok akan bisa datang ke
tempat yang ditentukan Sika atau tidak, di tempat makan dalam Mall di kotanya.
Esok
hari datang Sika siap berdandan, tapi biasa saja seperti ingin pergi ke sebelah
rumah. Dia tidak berpikir kalau Raga itu kalau sudah tidak janji biasanya sudah
tidak bisa datang. Akhirnya dia membuat janji dengan temannya apabila Raga
tidak datang. Dia berangkat ke Mall. Rasanya dia punya ide gila.
“Aku
mending beli tiket bioskop daripada beli jam tangan. Ya ampun mahal-mahal.
Dompet? Juga mahal. Aku mungkin harus beli cilok buat dia. Ah dimana ya? Aku
beli jajan apa ya? Takutnya dia nggak suka macam-macam yang aku suka. Aku beli
eskrim aja. Gila nanti leleh. Duuuuhh aku harus beli apa. Nanti aja di gedung
tempat beli tiket bioskop aku tawari dia.”
Akhirnya
Sika hanya membawa dirinya keluar Mall menuju gedung bioskop. Dia tidak sengaja
melihat seseorang yang dia kenal dan pernah dia benci. Dia sepertinya teman
Raga. Namun, Sika tidak mengenalnya untuk apa menyapa walaupun dulunya dia
pernah sok kenal. Ahsudahlah seperti tidak ada kerjaan saja menyapa dia. Siapa
dia siapa Sika. Begitu pikirnya.
“What?
Ada demo apa ini? Aku nggak tahu harus gimana? Cukup nggak ya antri tiket
segini banyaknya. Ah cukup.”
Sumpah
kalau kalian tahu bagaimana antrinya pasti memilih jam sore daripada setengah
jam kemudian. Kalau kalian antri jam 12 sedangkan filmnya jam 1 mungkin kalian
dapat tiket film sudah berjalan beberapa waktu. Di antrian belakang, Sika tidak
tahu film apa yang harus dia tonton. Ada Hangout, Cek Toko Sebelah, Assassin,
dan apalagi tidak tahu. Sampai gilirannya mendekat batinnya masih perang.
“Aku
nonton apa ya? Duh sinyal jelek banget. Raga suka film apa ya? Ini baru pertama
kali kita nonton bioskop bareng. Aku pernah tanya dia suka film kayak Suicide
Squad. Kalau aku beli hangout suka nggak ya apalagi cek toko sebelah. Duh, tapi
aku sudah mimpi-mimpi ingin lihat Hangout. Kalau dia nggak suka jadi nggak
surprise dong. Apa aku tanya dia aja dulu? Ah tambah nggak surprise.”
Sambil
antri dia sms Raga memberitahukannya kalau Sika sudah di tempat, tapi tidak
jadi. Dia memberitahu kalau di gedung bioskop. Betapa kaget Raga dengan
pernyataan itu. Dia belum memberikan pernyataan bahwa mereka akan ketemu malah
Sika sudah bikin ulah dengan keputusannya sendiri. Kemudian dia jujur
memberikan tiket bioskop untuk hadiah ulang tahun. Maklum mereka bukan kalangan
orang-orang nigrat.
Sika, astaga aku kan bilang
nggak janji. Malah kamu sekarang sudah di sana. Tunggu ya, aku kesana. Aku
masih ada kelas sebenarnya.
Sms
Raga ke Sika menandakan kalau Raga agak khawatir kalau dia tidak bisa menepati
janji dalam keraguan. Namun, Sika mengizinkannya tidak datang kala memang dia
tidak bisa. Saat itu memang Sika libur, tetapi Raga masuk kuliah.
“Sika,
di mana?”
“Di
sini.”
Arah
memang menunjukkan mereka bertemu walaupun Sika hanya mengatakan di sini. Raga
ditawari makan, minum, dan jajan tidak mau. Sika lapar sekali. Dia tidak tahu
kalau pasangannya begitu cuek seperti ini. Tahu kalau cuek tapi tidak sangka
sampai segitunya. Kalian tahu, Sika dan Raga masuk bioskop, nonton, tanpa
makanan. Renyah tidak menurut kalian? Sudahlah memang adanya begitu.
“Sebenarnya
tadi aku sudah siapin nraktir di tempat ini (Raga menunjukkan tempat makan dari
Hpnya). Ini pedes banget, aku suka pedes.”
“Gila,
kenapa nggak bilang? Aku kan bisa ke sana? Gimana kalau abis nonton?”
“Ah
pulangnya kan sore. Kapan-kapan aja. Aku nggak bilang kan mau ngasih surprise
aja.”
“Ah
gila. Aku juga nggak bilang malah ngasih surprise juga, Raga.”
Kalian
tahu apa yang terjadi? Mereka sama-sama tidak memberikan kejelasan dalam
surprise. Begitulah hasilnya, tidak sesuai harapan. Bahkan Raga menanyakan
mengapa tidak menonton Hangout atau Cek toko sebelah saja. Oh my god. Sika dan
Raga lucu agaknya. Bagaimana bisa ada kehidupan model seperti ini ya?
Coba
bayangkan kalian ya, memberi surprise ke pasangan, tapi di sana pasangan juga
ingin memberi surprise. Dan itu berbeda tempat. Harus ada salah satu yang
mengalah agar hanya ada satu tempat yang dituju. Dan itu kamu. Namun,
surprisemu agaknya gagal. Bayangkan betapa kamu ingin menjalani surprise yang
diberikan pasangan kamu? Lucu sangat lucu guys.